Sahabat Pokdar Pamulang Timur, ternyata masih banyak warga masyarakat Tangerang Selatan yang belum mengetahui adanya Peraturan DaerahTangerang Selatan mengenai Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Untuk itu kami mengupload Perda No. 9 Tahun 2012 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat sebagai berikut:
NOMOR 9 TAHUN 2012
TENTANG
KETERTIBAN
UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA
TANGERANG SELATAN,
Menimbang : a.
bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan masyarakat kota Tangerang Selatan
yang baik, tertib, tenteram, nyaman, bersih, dan indah, serta
berwawasan
lingkungan dibutuhkan adanya pengaturan di bidang ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat yang mampu melindungi warga kota dan prasarana kota
beserta kelengkapannya sebagai cerminan kehidupan masyarakat yang cerdas,
modern, dan religius;
b. bahwa
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat menjadi urusan
wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya harus
dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat;
Mengingat
: 1. Pasal 18
ayat (6) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2013);
3. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
4. Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
5. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
6. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
7. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 4377);
8. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
9. Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
10. Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4635);
11. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4674);
12. Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007
tentang
Penataan Ruang
(LembaranNegaraRepublik
Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
13. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4846);
14. Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2008
tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
15. Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi
Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 188, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4935);
16. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4966);
17. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4967);
18. Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5025);
19. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
20. Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
21. Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011
tentang
Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
22. Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980, tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3177);
23. Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang
Pembagian
Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
25. Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4858);
26. Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5094);
27. Peraturan
Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi
Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan
Tahun 2010 Nomor 06 Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor
0610);
28. Peraturan
Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 8 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan
Kesehatan (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 Nomor 08 Tambahan
Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 0810);
29. Peraturan
Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pelayanan
Ketenagakerjaan (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 Nomor 03
Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 0311);
30. Peraturan
Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 4 Tahun 2011 tentang Izin Ganguan (Lembaran
Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 Nomor 04 Tambahan Lembaran Daerah Kota
Tangerang Selatan Nomor 0411);
31. Peraturan
Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 Nomor 10
Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 1011);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
dan
WALIKOTA TANGERANG SELATAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN DAERAH
TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang
dimaksud dengan :
1.
Daerah,
adalah Kota Tangerang Selatan.
2.
Pemerintah Daerah, adalah Walikota dan Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kota Tangerang selatan.
3.
Walikota,
adalah Walikota Tangerang Selatan.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan.
5.
Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah
peraturan daerah Kota Tangerang selatan.
6.
Peraturan
Kepala Daerah, adalah Peraturan Walikota Tangerang Selatan.
7.
Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat
Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah kota Tangerang Selatan dalam
penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat.
8.
Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, adalah suatu
keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat
dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.
9.
Satuan Perlindungan Masyarakat yang selanjutnya disebut
Satuan Linmas, adalah warga masyarakat yang disiapkan dan dibekali pengetahuan
serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna
mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan,
ketentraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial kemasyarakatan.
10. Persil,
adalah sebidang tanah dengan atau tanpa bangunan dalam wilayah daerah baik
untuk tempat tinggal, tempat usaha, maupun kegiatan lainnya, kecuali makam.
11. Jalan,
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.
12. Trotoar,
adalah bagian dari badan jalan yang khusus disediakan untuk pejalan kaki.
13. Saluran
air, adalah setiap jalur galian tanah meliputi selokan, sungai, saluran
terbuka, saluran tertutup berikut gorong-gorong, tanggul tambak dan pintu air.
14. Jalur
hijau, adalah setiap jalur-jalur yang terbuka sesuai dengan rencana kota yang
peruntukkan penataan dan pengawasannya dilakukan oleh pemerintah daerah.
15. Kendaraan
umum, adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh
umum dengan dipungut bayaran.
16. Taman,
adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota yang
mempunyai fungsi tertentu, ditata dengan serasi, lestari dengan menggunakan
material taman, material buatan, dan unsur-unsur alam dan mampu menjadi areal
penyerapan air.
17. Tempat
umum, adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau
perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat, termasuk di dalamnya
adalah semua gedung-gedung perkantoran milik Pemerintah Daerah Kota Tangerang
Selatan, gedung perkantoran umum, mall dan pusat perbelanjaan.
18. Penduduk,
adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Kota
Tangerang Selatan.
19. Badan,
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara, atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, antara lain firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk
badan lainnya.
20. Pedagang
kaki lima, adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa
yang menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang
mendapat izin dari pemerintah daerah maupun yang tidak mendapat izin pemerintah
daerah antara lain badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman, bawah
jembatan, jembatan penyeberangan.
21. Halte,
adalah tempat pemberhentian kendaraan bermotor dan tempat untuk menurunkan
serta menaikkan orang dan/atau barang yang bersifat tidak segera.
22. Parkir,
adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan
ditinggalkan pengemudinya.
23. Bangunan,
adalah setiap yang dibangun diatas persil yang meliputi rumah, gedung, kantor,
pagar dan bangunan lainnya yang sejenis.
24. Hiburan,
adalah segala macam atau jenis keramaian, pertunjukan, permainan atau segala
bentuk usaha yang dapat dinikmati oleh setiap orang dengan nama dan dalam
bentuk apapun, dimana untuk menonton serta menikmatinya atau mempergunakan
fasilitas yang disediakan baik dengan dipungut bayaran maupun tidak dipungut
bayaran.
25. Ternak
potong, adalah hewan untuk keperluan dipotong yaitu sapi, kerbau, domba, babi,
kuda dan hewan lainnya yang dagingnya lazim dikonsumsi.
26. Pemasukan
ternak, adalah kegiatan memasukkan ternak dari luar Daerah Kota Tangerang
Selatan untuk keperluan dipotong dan/atau diperdagangkan.
27. Pencemaran,
adalah akibat-akibat pembusukan, pendebuan, pembuangan sisa-sisa pengolahan
dari pabrik, sampah minyak, atau asap, akibat dari pembakaran segala macam
bahan kimia yang dapat menimbulkan pencemaran dan berdampak buruk terhadap
lingkungan, kesehatan umum dan kehidupan hewani/nabati.
28. Keadaan
darurat, adalah suatu keadaan yang menyebabkan baik orang maupun badan dapat
melakukan tindakan tanpa meminta izin kepada pejabat yang berwenang untuk
melakukan pencegahan, penanganan dan penyelamatan atas bahaya yang mengancam
keselamatan jiwa manusia.
BAB II
TERTIB JALAN, ANGKUTAN JALAN,
ANGKUTAN SUNGAI, DAN PERPARKIRAN
Pasal 2
(1) Setiap
pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang telah ditentukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap
orang yang akan menyeberang jalan wajib menggunakan sarana jembatan
penyeberangan orang dan/atau rambu penyeberangan/zebra cross yang telah disediakan.
(3) Setiap
orang yang akan menggunakan/menumpang kendaraan umum wajib menunggu di halte
atau tempat pemberhentian kendaraan umum yang telah ditentukan.
(4) Setiap
orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib berperilaku tertib,
disiplin, konsentrasi, mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan
keamanan dan keselamatan lalu lintas, atau yang dapat menimbulkan kerusakan
jalan.
(5) Setiap
orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan
keselamatan pejalan kaki, dan pengendara sepeda.
(6) Setiap
pengemudi kendaraan umum wajib menunggu, menaikkan dan/atau menurunkan orang
dan/atau barang pada tempat pemberhentian kendaraan yang telah ditentukan.
(7) Setiap
mobil barang umum wajib bongkar muat barang di terminal barang dan/atau di
tempat yang telah ditentukan.
(8) Kendaraan
bermotor yang mengangkut barang wajib melalui kelas jalan yang telah ditentukan
dalam peraturan yang berlaku, dan wajib menyediakan tempat untuk parkir dan
kegiatan bongkar muat barang;
(9) Setiap
kendaraan umum harus berjalan pada setiap ruas jalan yang telah ditetapkan, dan
dilarang melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam ijin trayek.
(10) Setiap
kendaraan umum dalam trayek wajib memasuki terminal yang telah ditentukan.
(11) Setiap
kendaraan bermotor, kereta gandeng, kereta tempelan yang diimpor/dibuat
dan/atau dirakit di dalam negeri, harus berjalan sesuai dengan peruntukan dan
kelas jalan yang ditentukan.
(12) Setiap
orang atau badan dilarang membuat, merakit atau mengoperasikan angkutan umum
kendaraan jenis roda empat yang bermesin dua tak.
(13) Setiap
orang atau badan dilarang membuat, merakit atau mengoperasikan angkutan yang
bukan merupakan moda angkutan yang telah ditentukan oleh undang-undang.
(14) Setiap
orang atau badan dilarang membuat rakit, perahu, dan angkutan penyeberang
sungai, kecuali dengan ijin Walikota atau pejabat yang berwenang
Pasal
3
Kecuali
dengan izin Walikota atau pejabat yang berwenang, setiap orang atau badan
dilarang:
a.
menutup
jalan;
b.
menutup
jalan yang masih menjadi akses masyarakat dikawasan pengembang;
c.
membuat
atau memasang pintu penutup jalan dan portal;
d.
membuat
atau memasang tanggul jalan;
e.
membuat, memasang, memindahkan atau membuat tidak
berfungsi rambu-rambu lalu lintas;
f.
membuka/menutup
terobosan atau putaran jalan;
g.
membongkar trotoar dan memasang jalur pemisah, rambu-rambu
lalu lintas, pulau-pulau jalan dan sejenisnya;
h.
membongkar, memotong, merusak atau membuat tidak berfungsi
pagar pengamanan jalan;
i.
membuat, memasang, memindahkan rambu-rambu, marka jalan
dan alat pemberi isyarat lalu lintas;
j.
membuat dan/atau memasang benda yang menyerupai
rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan
pengaman pemakai jalan serta fasilitas pendukungnya;
k.
membuat atau memasang tanggul pengaman dan/atau pita
penggaduh jalan (rumble strips);
l.
merusak
bahu jalan atau trotoar.
m.
menggunakan
bahu jalan atau trotoar tidak sesuai dengan fungsinya;
n.
melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat berakibat merusak
sebagian atau seluruh badan jalan dan membahayakan keselamatan lalu lintas.
o.
menempatkan benda dan/atau barang bekas/sampah pada tepi
dan/atau median jalan raya, dan jalan-jalan di lingkungan permukiman.
Pasal
4
Setiap orang atau badan dilarang:
a.
mengangkut bahan berdebu, tanah galian, dan bahan berbau
busuk dengan menggunakan alat angkutan yang terbuka.
b.
mengangkut bahan berbahaya dan beracun, bahan yang mudah
terbakar, bahan yang mudah meledak, dan/atau bahan-bahan lain yang dapat
membahayakan keselamatan dan kesehatan umum dengan menggunakan alat angkutan
yang terbuka.
c.
melakukan galian, urugan dan menyelenggarakan angkutan
tanah di dalam dan/atau dari luar daerah tanpa izin Walikota atau pejabat yang
berwenang.
d.
melakukan penggalian tanah untuk pemasangan dan/atau
perbaikan instalasi air, listrik, kabel komunikasi dan sejenisnya, kecuali
dengan izin dari walikota atau pejabat yang berwenang.
Pasal 5
(1) Setiap
orang atau sekelompok orang dilarang melakukan pengaturan lalu lintas pada
persimpangan jalan, tikungan atau putaran jalan dengan maksud mendapatkan
imbalan jasa.
(2) Setiap
orang atau sekelompok orang dilarang melakukan pungutan terhadap kendaraan
angkutan orang maupun angkutan barang.
Pasal
6
Setiap
pengendara kendaraan bermotor dilarang membunyikan klakson, menarik/menekan gas
kuat-kuat, dan wajib mengurangi kecepatan kendaraannya pada waktu melintasi
tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor pemerintah, dan rumah sakit.
Pasal 7
(1)
Setiap
orang yang menumpang kendaraan umum dilarang:
a.
membuang
sampah;
b.
membuang
sisa makanan;
c.
meludah;
d.
merokok;
e.
mengeluarkan
anggota badan;
(2) Setiap
kendaraan umum harus menyediakan tempat sampah di dalam kendaraan.
Pasal 8
(1)
Setiap
orang wajib memarkir kendaraan di tempat yang telah ditentukan.
(2) Setiap
orang atau badan dilarang menyelenggarakan perparkiran, dan/atau mengatur
perparkiran tanpa izin Walikota atau pejabat yang berwenang.
(3) Setiap
orang atau badan dilarang memungut uang parkir di jalan-jalan, di tepi jalan,
ataupun di tempat-tempat umum, kecuali mendapat izin dari Walikota atau pejabat
yang berwenang.
(4) Setiap
orang atau badan dilarang memanfaatkan ruang terbuka, termasuk di bawah
jembatan atau jalan layang (fly over)
untuk penyelenggaraan perparkiran kecuali mendapat izin dari Walikota.
BAB
III
TERTIB
KEBERSIHAN
Pasal
9
(1)
Setiap
orang atau badan dilarang ;
a. membuang
sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
b. melakukan
penanganan sampah tidak sesuai dengan ketentuan, dan membuang/menimbun sampah
pada pembuangan/tempat terbuka dan/atau;
c. membakar
sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
(2) Membuang
dan menumpuk sampah di tepi dan/atau median jalan, jalur hijau, taman, sungai,
situ, danau dan tempat-tempat lain yang dapat merusak keindahan dan kebersihan
lingkungan;
BAB
IV
TERTIB
JALUR HIJAU, TAMAN DAN TEMPAT UMUM
Pasal
10
Setiap orang atau badan dilarang:
a.
Berada, dan/atau menempati jalur hijau atau taman yang
bukan untuk umum;
b.
melakukan perbuatan atau tindakan dengan alasan apapun
yang dapat merusak pagar, jalur hijau, atau taman, beserta kelengkapannya;
c.
bertempat
tinggal di jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum;
d.
menyalahgunakan atau mengalihkan fungsi jalur hijau, taman
dan tempat-tempat umum;
e.
berdiri dan/atau duduk pada sandaran jembatan dan pagar
sepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum;
f.
melompati, atau menerobos sandaran jembatan atau pagar
sepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum;
g.
memotong, menebang pohon atau tanaman yang tumbuh di sepanjang
jalan, jalur hijau dan taman.
h.
berjongkok dan berdiri di atas bangku taman serta membuang
sisa permen karet pada bangku taman.
i.
Melakukan kegiatan dan memanfaatkan lahan di atas jalur
pipa gas, pipa air minum, yang merupakan sebagai jalur daerah terlarang
(berbahaya).
BAB V
TERTIB
SUNGAI, SITU, SALURAN DAN KOLAM
Pasal 11
Kecuali
dengan izin Walikota atau Pejabat yang berwenang, setiap orang atau badan
dilarang:
a.
Membangun tempat mandi cuci kakus, hunian/tempat tinggal
atau tempat usaha di atas saluran sungai dan bantaran sungai serta di dalam
kawasan situ, waduk/bendungan dan danau;
b.
Memasang/menempatkan kabel atau pipa di bawah atau
melintasi saluran sungai serta di dalam kawasan situ, waduk/bendungan dan
danau.
Pasal
12
(1) Setiap
orang dilarang mandi, membersihkan anggota badan, mencuci pakaian, kendaraan
atau benda-benda dan/atau memandikan hewan di kolam-kolam kelengkapan keindahan
kota.
(2) Setiap
orang dilarang mengambil air dari air mancur, kolam-kolam kelengkapan keindahan
kota, dan tempat lainnya yang sejenis kecuali apabila hal ini dilaksanakan oleh
petugas untuk kepentingan dinas.
(3) Setiap
orang dilarang memanfaatkan air sungai, situ, dan danau untuk kepentingan usaha
kecuali atas izin Walikota atau pejabat yang berwenang.
Pasal
13
(1) Setiap
orang atau badan dilarang mengambil, memindahkan atau merusak tutup got,
menutup got, selokan atau saluran air, serta komponen bangunan pelengkap jalan,
termasuk melakukan penutupan got dengan beton secara permanen, kecuali
dilakukan oleh petugas untuk kepentingan dinas.
(2) Setiap
orang atau badan dilarang melakukan kegiatan usaha pencucian kendaraan yang
menimbulkan tumpahan/limpasan/genangan air di jalan, sehingga dapat merusak
jalan, dan mengganggu arus lalu lintas.
Pasal
14
(1) Setiap
orang atau badan dilarang menangkap ikan dengan menggunakan bagan, jala ikan,
bahan peledak, atau bahan/alat penangkap ikan yang dapat merusak kelestarian
lingkungan di waduk/bendungan, situ, dan sungai.
(2) Setiap
orang atau badan dilarang membuat keramba, kolam jaring ikan, jaring apung di
sungai, situ, danau, waduk/bendungan.
(3) Setiap
orang atau badan dilarang mengambil/melakukan penggalian pasir yang dapat
merusak kelestarian lingkungan.
(4) Setiap
orang atau badan dilarang membuang limbah domestik, limbah industri, limbah rumah
sakit, limbah jasa penyedotan tinja, dan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) ke saluran pemukiman, sungai, situ dan waduk/bendungan.
BAB
VI
TERTIB
LINGKUNGAN
Pasal 15
(1) Setiap
pelajar di wilayah Kota Tangerang Selatan, dilarang berada di luar area sekolah
pada jam pelaksanaan pelajaran, kecuali untuk kepentingan tertentu, dan atas
ijin dan/atau diketahui oleh pihak sekolah.
(2) Setiap
pegawai di lingkungan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan, dilarang berada
di tempat-tempat tertentu yang tidak berkait dengan pelaksanaan tugas
kedinasan, kecuali atas ijin dan/atau diketahui oleh kepala satuan kerjanya.
(3) Setiap
warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas
Perda dan/atau Peraturan Kepala daerah dan/atau ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat ditindak baik secara administratif, penindakan non yustisial, maupun
tindakan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan pelanggaran tersebut.
Pasal
16
(1) Setiap
orang atau badan dilarang menangkap, memelihara, memburu, memperdagangkan atau
membunuh hewan tertentu yang jenisnya ditetapkan dan dilindungi oleh
undang-undang.
(2) Setiap
pemilik hewan peliharaan wajib menjaga hewan peliharaannya untuk tidak
berkeliaran di lingkungan pemukiman.
(3) Setiap
orang atau badan pemilik hewan peliharaan yang dilindungi oleh undang-undang
wajib mempunyai tanda daftar/sertifikasi yang menyatakan kesehatan dan
perijinan.
(4) Setiap
orang atau badan dilarang melakukan pengupasan muka tanah, atau merubah muka
tanah, kecuali sudah melalui proses kajian lingkungan hidup dan mendapat ijin
dari Walikota atau pejabat yang berwenang.
Pasal
17
Setiap
orang atau badan dilarang merusak hutan kota atau hutan/tanaman yang dilindungi
Pasal
18
Setiap orang atau badan dilarang:
a.
membuat,
menjual dan menyimpan petasan dan sejenisnya.
b.
membunyikan petasan dan sejenisnya kecuali atas izin
Walikota atau pejabat yang berwenang.
Pasal
19
Setiap
orang atau badan dilarang memanfaatkan, membangun dan/atau bertempat tinggal di
ruang terbuka, di pinggir jalan, dan di bawah jalan layang/fly over, underpass, rel
kereta api, di bawah jembatan tol, jalur hijau, taman, dan tempat umum.
Pasal
20
Setiap orang atau badan dilarang:
a.
melakukan tindak vandalisme, seperti mencoret-coret,
menulis, melukis, menempel iklan pada dinding atau di tembok, jembatan lintas,
jembatan penyeberangan orang, jalan layang/fly
over, underpass, halte, tiang
listrik, pohon, kendaraan umum, dan sarana umum lainnya;
b.
memasang billboard, reklame, spanduk, umbul-umbul, baleho,
menempel stiker, termasuk reklame painting, serta alat peraga media komersial
tanpa izin Walikota atau pejabat yang berwenang;
c.
membuang air besar dan kecil di jalan, jalur hijau, taman,
sungai dan saluran air, serta tempat-tempat umum.
Pasal
21
Setiap orang atau badan dilarang :
a.
merusak
jaringan pipa gas;
b.
merusak
jaringan pipa air minum;
c.
membalik arah meter air dengan cara merusak, melepas,
dan/atau menghilangkan segel pabrik dan segel dinas;
d.
menyadap air minum langsung dari pipa distribusi atau pipa
dinas sebelum meter air;
e.
menjual
air minum persil lapangan;
f.
mengubah ukuran dan/atau menambah bak penampungan air
minum pada hydrant;
g.
mendistribusikan
air minum dari hydrant dengan segala
jenis pipa kepada
pihak lain.
Pasal
22
(1) Setiap
pengambilan air permukaan dan air tanah untuk keperluan air minum komersial,
industri, peternakan, dan pertanian, irigasi, pertambangan, dan untuk
kepentingan lainnya yang bersifat komersial hanya dapat dilaksanakan setelah
mendapat izin Walikota atau dari pejabat yang berwenang.
(2) Izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari izin pemboran air tanah dan izin pemakaian
air tanah, dan air permukaan.
BAB
VII
TERTIB
TEMPAT USAHA DAN USAHA TERTENTU
Pasal
23
(1) Setiap
orang atau badan yang dalam melakukan kegiatan usahanya mengakibatkan timbulnya
dampak terhadap lingkungan wajib memiliki izin bebas gangguan berdasarkan Perda
Ijin Gangguan (HO).
(2) Pemberian
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Walikota atau pejabat
yang berwenang.
Pasal
24
(1) Walikota
menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan
umum tertentu lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima.
(2) Setiap
orang atau badan dilarang berdagang, di atas badan jalan/trotoar, di bawah flyover, halte, jembatan penyeberangan
orang dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Setiap
orang dilarang membeli barang dagangan pedagang kaki lima yang berjualan pada
tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Setiap
orang atau badan dilarang melakukan tindakan premanisme, pemungutan uang,
mengelola/menjual lapak/tempat untuk berdagang di pasar, dan di jalan-jalan
yang mengakibatkan keresahan, kesemerautan, tidak tertibnya lingkungan dan
mengganggu lalu lintas.
Pasal
25
(1) Setiap pedagang
kaki lima yang menggunakan tempat berdagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (1) harus bertanggung jawab terhadap ketertiban, kebersihan, dan menjaga
kesehatan lingkungan, serta keindahan di sekitar tempat berdagang yang
bersangkutan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penetapan tempat usaha tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Walikota.
Pasal
26
(1) Setiap
orang/badan dilarang menempatkan benda-benda dengan maksud untuk melakukan
sesuatu usaha di jalan, dipinggir rel kereta api, jalur hijau, di bawah flyover, taman dan tempat-tempat umum,
kecuali di tempat-tempat yang telah diizinkan oleh Walikota atau pejabat yang
berwenang.
(2) Setiap
orang/badan dilarang menjajakan barang dagangan, membagikan selebaran, atau
melakukan usaha-usaha tertentu dengan mengharapkan imbalan di jalan, jalur
hijau, taman dan tempat-tempat umum, kecuali tempat-tempat yang ditetapkan oleh
Walikota.
(3) Setiap
orang dilarang membeli barang dagangan dan menerima selebaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
Pasal
27
(1) Setiap
orang/badan dilarang melakukan pekerjaan atau bertindak sebagai perantara
(percaloan) karcis kendaraan umum, pengujian kendaraan bermotor, karcis hiburan
dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis.
(2) Setiap
orang atau badan dilarang memanfaatkan/mempergunakan perantara (percaloan)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
28
(1)
Setiap
orang atau badan dilarang :
a.
melakukan usaha pembuatan, perakitan, penjualan dan
memasukkan becak atau barang yang difungsikan sebagai becak dan/atau
sejenisnya;
b.
mengoperasikan
dan menyimpan becak dan/atau sejenisnya;
c.
mengusahakan kendaraan bermotor/tidak bermotor sebagai
sarana angkutan umum yang tidak termasuk dalam pola angkutan umum yang
ditetapkan.
(2) Kendaraan
bermotor/tidak bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat
dijadikan sebagai sarana angkutan umum setelah mendapat izin dari Walikota atau
pejabat yang berwenang ditunjuk.
(3) Setiap
orang dilarang menggunakan jasa kendaraan bermotor/tidak bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) telah mendapat izin dari Walikota atau pejabat yang berwenang.
Pasal
29
1.
Setiap usaha pemotongan hewan ternak wajib dilakukan di
Rumah Pemotongan Hewan yang ditetapkan oleh Walikota.
2.
Pemotongan hewan ternak dapat dilakukan di luar rumah
pemotongan hewan hanya untuk keperluan peribadatan atau upacara-upacara adat
setelah mendapat izin dari Walikota atau pejabat yang berwenang.
Pasal
30
(1) Setiap
orang atau badan yang melakukan tata niaga daging yang dikonsumsi oleh konsumen
muslim wajib mencantumkan label halal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Setiap
orang atau badan dilarang menjual, mengedarkan, menyimpan, mengelola daging
dan/atau bagian-bagian lainnya yang:
a.
berupa
daging gelap;
b.
berupa
daging selundupan;
c.
tidak
memenuhi syarat-syarat kesehatan dan tidak layak dikonsumsi.
(3) Setiap
orang atau badan yang menyelenggarakan usaha rumah makan/restoran yang
makanannya dikonsumsi oleh konsumen muslim wajib mencantumkan label halal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Setiap
orang atau badan yang menyelenggarakan usaha rumah makan/restoran wajib
memampangkan ketentuan pajak restoran pada tempat yang dapat dilihat pengunjung
dan menerapkan tambahan pajak pada kwitansi/struk pembayaran.
Pasal
31
Setiap
pengusaha daging, pemasok daging, penggilingan daging dan pengolahan daging
wajib memiliki izin dari Walikota atau pejabat yang berwenang.
Pasal
32
(1) Setiap
usaha untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan ternak ke dan dari daerah harus
mendapat ijin dari Walikota, atau pejabat yang berwenang.
(2) Setiap
pemasukan ternak ke dalam daerah harus disertai surat kesehatan hewan, dan
tujuan pengiriman dari pejabat instansi yang berwenang dari daerah asal ternak.
Pasal
33
Setiap
orang/badan dilarang melakukan usaha pengumpulan, penampungan, penyaluran
tenaga kerja atau pengasuh tanpa izin dari Walikota, atau pejabat yang
berwenang.
Pasal
34
Setiap
orang atau badan dilarang melakukan usaha pengumpulan, penampungan
barang-barang bekas, dan mendirikan tempat kegiatan usaha yang menimbulkan
pencemaran serta mengganggu ketertiban umum, kecuali dengan ijin Walikota, atau
pejabat yang berwenang.
BAB
VIII
TERTIB
TANAH DAN BANGUNAN
Pasal
35
Setiap orang atau badan dilarang:
a.
menguasai dan memanfaatkan tanah milik negara tanpa izin
pemerintah, pemerintah daerah, atau pejabat yang berwenang.
b.
mendirikan bangunan atau benda lain yang menjulang,
menanam atau membiarkan tumbuh pohon atau tumbuh-tumbuhan lain di dalam kawasan
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pada radius sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan;
c.
mendirikan bangunan pada ruang milik jalan, trotoar,
drainase/saluran tersier/sekunder, sempadan sungai, sempadan situ, sempadan waduk,
sempadan danau, taman dan jalur hijau, kecuali untuk kepentingan dinas;
d.
mendirikan bangunan di kawasan/lahan kereta api di pinggir
rel kareta api, dan di bawah jembatan rel kereta api, kecuali adanya
kepentingan Kereta Api Indonesia, Pemerintah/Pemerintah Daerah;
e.
mendirikan warung/toko/kios di ruang milik jalan (RUMIJA)
yaitu: trotoar, sempadan jalan, bahu jalan, dan halte pemberhentian kendaraan;
f.
mendirikan posko/gardu/gazebo/tenda dan sejenisnya di
daerah milik jalan sebagaimana huruf d kecuali atas izin Walikota;
g.
mengubah jalan, mengubah fungsi jalan/posisi jalan/saluran
tersier/sekunder kecuali atas izin Walikota atau pejabat yang berwenang;
h.
mendirikan bangunan dan sarana apapun di atas prasarana,
sarana, utilitas umum pemerintah daerah kecuali atas izin Walikota atau pejabat
yang berwenang;
i.
menutup saluran air pembuangan/drainase milik jalan dengan
melakukan penutupan sementara, dan atau dengan pengecoran permanen kecuali atas
izin Walikota atau pejabat yang berwenang;
j.
melakukan perubahan bangunan peruntukan rumah tinggal
menjadi tempat kegiatan usaha, kecuali atas izin Walikota.
k.
melakukan perubahan fungsi pemanfaatan bangunan yang tidak
sesuai dengan ijin pemanfaatan ruang, dan ijin mendirikan bangunan yang telah
ditetapkan semula.
l.
membangun
pagar halaman rumah secara tertutup dengan ketinggian di atas
2,5 meter.
Pasal
36
(1) Setiap
orang atau badan dilarang membangun menara/tower komunikasi, kecuali dengan
izin dari Walikota.
(2) Pemilik/pengelola
menara/tower komunikasi wajib menjamin keamanan dan keselamatan dari berbagai
kemungkinan yang dapat membahayakan dan/atau merugikan orang lain dan/atau
badan dan/atau fungsi menara/tower komunikasi tersebut.
(3) Pemilik/pengelola
menara/tower komunikasi wajib menjamin bahwa dalam pengoperasian dan
berfungsinya menara/tower komunikasi tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi
orang lain.
(4) Pemilik/pengelola
menara/tower komunikasi berkewajiban mematuhi ketentuan tentang kebijakan tower
bersama;
(5) Pemilik/pengelola
menara/tower komunikasi radio/televisi/internet wajib memiliki izin dari
Walikota, atau pejabat yang berwenang.
Pasal
37
Setiap orang atau badan pemilik
bangunan atau rumah diwajibkan:
a.
memelihara pagar pekarangan dan memotong pagar hidup yang
berbatasan dengan jalan, mengganggu ruang milik jalan;
b.
memelihara keindahan dan merawat bangunan, rumah tinggal,
bangunan kegiatan usaha, pagar serta bangunan-bangunan lain milik pribadi yang
berada pada jalur/ruas jalan negara, jalan provinsi, jalan kab./kota serta
jalan desa/kelurahan;
c.
membuang bagian dari pohon, semak-semak dan
tumbuh-tumbuhan yang dapat mengganggu keamanan keindahan dan/atau ketertiban;
BAB
IX
TERTIB
SOSIAL
Pasal
38
(1) Setiap
orang atau badan dilarang meminta bantuan atau sumbangan yang dilakukan
sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama di jalan, pasar, kendaraan umum,
lingkungan pemukiman, rumah sakit, sekolah dan perkantoran;
(2) Permintaan
bantuan atau sumbangan untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan pada tempat
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan atas izin oleh
Walikota atau pejabat yang berwenang;
(3)
Tempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.
supermarket/mall;
b.
rumah
makan;
c.
stasiun;
d.
terminal;
f.
stasiun
pengisian bahan bakar umum/Gas
(SPBU/SPBG);
g.
penyelenggaraan
pameran/bazar amal;
h.
tempat
hiburan/rekreasi;
i.
hotel.
Pasal
39
Setiap orang atau badan dilarang:
a.
Melakukan kegiatan mengemis, menggelandang, mengelap
mobil, mengasong dan mengamen di jalan-jalan;
b.
menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen,
pedagang asongan, dan pengelap mobil;
c.
membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah
uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
d.
Kegiatan mengamen Pengamen diperkenankan pada
tempat-tempat tertentu dalam rangka mendukung kepariwisataan.
Pasal
40
(1) Setiap orang
dilarang bertingkah laku dan/atau berbuat asusila di jalan, jalur hijau, taman
atau dan tempat-tempat umum lainnya.
(2)
Setiap
orang dilarang:
a.
menjadi
pekerja seks komersial;
b. menyuruh,
memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi pekerja seks
komersial;
c.
memakai
jasa pekerja seks komersial.
d. melakukan
pengambilan manfaat secara tidak sah/mengusahakan/memeras tenaga wanita/pria
untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.
Pasal
41
Setiap
orang atau badan dilarang menyediakan dan/atau menggunakan bangunan atau rumah
sebagai tempat untuk berbuat asusila.
Pasal
42
Setiap
orang atau badan dilarang menyelenggarakan dan/atau melakukan segala bentuk
kegiatan perjudian.
Pasal
43
Setiap
orang atau badan dilarang menyediakan tempat dan menyelenggarakan segala bentuk
undian dengan memberikan hadiah dalam bentuk apapun kecuali mendapat izin dari
Walikota atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
44
Setiap
orang atau badan dilarang mengedarkan, menyimpan dan menjual minuman beralkohol
tanpa izin Walikota, atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB
X
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal
45
(1)
setiap
orang atau badan dilarang:
a.
menyelenggarakan
dan/atau melakukan praktek pengobatan tradisional;
b.
menyelenggarakan
dan/atau melakukan praktek pengobatan kebatinan;
c. membuat,
meracik, menyimpan dan menjual obat-obat terlarang, tidak resmi (illegal) dan/atau obat palsu/obat
kadaluarsa.
(2) Penyelenggaraan
praktek pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf, a dan huruf b
dapat diizinkan apabila memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemberian
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan Walikota atau pejabat yang
berwenang.
BAB
XI
TERTIB
TEMPAT HIBURAN DAN KERAMAIAN
Pasal
46
(1) Setiap
orang atau badan dilarang menyelenggarakan tempat usaha hiburan tanpa izin
Walikota atau pejabat yang berwenang.
(2) Setiap
penyelenggaraan tempat usaha hiburan yang telah mendapat izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang melaksanakan kegiatan lain yang menyimpang dari
izin yang dimiliki.
(3) Setiap
orang atau badan dilarang menyelenggarakan permainan ketangkasan yang bersifat
komersial di lingkungan pemukiman.
Pasal
47
Setiap
penyelenggaraan kegiatan keramaian wajib mendapat izin dari Walikota atau
pejabat yang berwenang sepanjang bukan merupakan tugas, wewenang dan tanggung
jawab Pemerintah Pusat.
Pasal
48
(1) Walikota
menetapkan jenis-jenis kegiatan keramaian yang menggunakan tanda masuk.
(2) Ketentuan
lebih lanjut tentang bentuk dan persyaratan tanda masuk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal
49
Penyelenggaraan
kegiatan keramaian di luar gedung dan/atau memanfaatkan jalur jalan yang dapat
mengganggu kepentingan umum wajib mendapat izin dari Walikota atau pejabat yang
berwenang.
BAB
XII
TERTIB
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal
50
(1) Setiap
orang atau badan dilarang menempatkan atau memasang lambang, simbol, bendera,
spanduk, umbul-umbul, maupun atribut-atribut lainnya pada pagar pemisah
jembatan, pagar pemisah jalan, jalan, jembatan penyeberangan orang, di atas
bando reklame, halte, terminal, taman, tiang listrik, dan lokasi-lokasi rencana
proyek pemerintah/swasta, serta di tempat umum lainnya.
(2) Penempatan
dan pemasangan lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul maupun
atribut-atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
setelah mendapat izin dari Walikota atau pejabat yang berwenang;
(3) Setiap
orang atau badan yang menempatkan dan memasang lambang, simbol, bendera,
spanduk, umbul-umbul maupun atribut-atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib mencabut serta membersihkan sendiri setelah habis masa
berlakunya.
(4) Khusus
untuk penetapan dan pemasangan atribut kampanye dalam rangka pemilihan umum
(legislatif atau eksekutif) dilakukan sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan
Umum.
Pasal
51
Setiap
orang atau badan dilarang memasang lambang, simbol, bendera, spanduk,
umbul-umbul, maupun atribut-atribut lainnya di areal sekitar kantor
Pemerintahan, kantor Walikota, kantor DPRD, kantor Kecamatan, kantor
Desa/Kelurahan, lembaga Pendidikan, kecuali mendapat izin dari Walikota atau
pejabat yang berwenang.
Pasal
52
(1) Setiap
orang atau badan dilarang merusak prasarana dan sarana umum pada waktu
berlangsungnya penyampaian pendapat, unjuk rasa dan/atau pengerahan massa.
(2) Setiap
orang atau badan dilarang membuang benda-benda dan/atau sarana yang digunakan
pada waktu penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-rapat umum dan pengerahan
masa di jalan, jalur hijau, dan tempat umum lainnya
Pasal
53
Setiap
orang atau badan pemilik rumah dan/atau bangunan/gedung wajib memasang bendera
Merah Putih pada peringatan hari-hari besar nasional dan daerah pada waktu
tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB
XIII
TERTIB
KEPENDUDUKAN
Pasal
54
(1) Setiap
orang yang berkunjung atau bertamu lebih dari 1x24 (satu kali dua puluh empat
jam) wajib melaporkan diri kepada pengurus Rukun Tetangga/Rukun Warga setempat.
(2) Setiap
pemilik rumah kost wajib melaporkan penghuninya kepada Lurah melalui pengurus
Rukun Tetangga/Rukun Warga setempat secara periodik.
(3) Setiap
penghuni rumah kontrak wajib melapor kepada Lurah melalui pengurus Rukun
Tetangga/Rukun Warga setempat secara periodik.
(4) Setiap
pengelola rumah susun dan apartemen wajib melaporkan penghuninya kepada Lurah
melalui pengurus Rukun Tetangga/Rukun Warga setempat secara periodik.
Pasal
55
Setiap
orang yang bermaksud tinggal dan menetap di Kota Tangerang Selatan wajib
memenuhi persyaratan administrasi kependudukan dan dilarang menyalahgunakan
data dan dokumen kependudukan.
BAB
XIV
PEMBINAAN,
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal
56
(1) Pembinaan
dan pengendalian terhadap penyelenggaraan ketertiban umum dan Ketenteraman
Masyarakat dilakukan oleh Walikota, dan dilaksanakan oleh satuan kerja
perangkat daerah yang dalam tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab dalam
bidang penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat bersama
satuan kerja perangkat daerah terkait lainnya.
(2) Pembinaan
dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Satpol PP
Kota Tangerang Selatan bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah terkait sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pembinaan
dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) di atas meliputi:
a.
Koordinasi
secara berkala;
b.
Pemberian
bimbingan, supervisi, konsultasi, sosialisasi;
c.
Pendidikan,
pelatihan, pemagangan;
d.
Perencanaan,
penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi.
Pasal
57
(1) Setiap
orang atau badan yang melihat, mengetahui dan menemukan terjadinya pelanggaran
atas ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat wajib melaporkan kepada Satpol
PP dan/atau Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
(2)
Setiap
orang atau badan yang melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
berhak mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Petugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti dan memproses secara
administratif maupun secara hukum terhadap laporan yang disampaikan oleh orang
atau badan.
Pasal
58
Satuan
Polisi Pamong Praja sebagai perangkat daerah dalam membantu Kepala daerah untuk
menegakkan peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah dan/atau
penegakkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat wajib menyediakan layanan
pengaduan masyarakat baik secara on line
maupun off line.
Pasal
59
Untuk
pengendalian ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat yang diakibatkan oleh
kegiatan pengolahan muka tanah, pengendalian gangguan usaha; pemanfaatan
fasos/fasum; pemasangan reklame; perparkiran; pembangunan menara harus mendapat
rekomendasi dari Satpol PP, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
BAB
XV
KERJA
SAMA DAN KOORDINASI
Pasal 60
(1) Satpol
PP dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama
dengan satuan kerja perangkat daerah terkait, dan/atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya.
(2) Satpol
PP dalam hal meminta bantuan kepada satuan kerja perangkat daerah terkait dan/atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertindak selaku koordinator operasi lapangan.
(3) Kerja
sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hubungan fungsional,
saling membantu, dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum
dan memperhatikan hierarki dan kode etik birokrasi.
Pasal
61
(1) Untuk
melindungi masyarakat dari kemungkinan dan terjadinya bencana, Satpol PP dapat
melakukan pembinaan kepada satuan-satuan anggota masyarakat dalam hal
pencegahan dan penanganan bencana.
(2) Dalam
hal terjadi bencana-bencana alam di Kota Tangerang Selatan, Satpol PP
bersama-sama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan instansi terkait,
serta kelompok masyarakat penggiat sosial, melakukan pertolongan dan penanganan
bencana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB
XVI
PENYIDIKAN
Pasal
62
(1) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah diberi kewenangan
khusus untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
peraturan daerah ini, dan yang dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Dalam
melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang:
a. menerima
laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan
tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh
berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.
melakukan
penyitaan benda atau surat;
e.
mengambil
sidik jari dan memotret orang/tersangka;
f. memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengusulkan
penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup
bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya
memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam
melakukan tugasnya, PPNS tidak berwenang melakukan penangkapan dan/atau
penahanan.
(4)
PPNS
membuat berita acara setiap tindakan tentang:
a.
pemeriksaan
tersangka;
b.
pemasukan
rumah;
c.
penyitaan
benda;
d.
pemeriksaan
surat;
e.
pemeriksaan
saksi;
f. pemeriksaan
di tempat kejadian dan mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dengan
tembusan kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
(5) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan, dan
menyampaikan hasil penyidikannya pada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB
XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal
63
(1) Setiap
orang dan/atau badan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur
dalam peraturan daerah ini, dikenakan sanksi pidana berupa kurungan paling lama
6 (enam) bulan, atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran.
Pasal
64
Setiap
petugas yang tidak menindaklanjuti dan/atau memproses secara hukum atas laporan
orang atau badan dan melanggar ketentuan Pasal 57 ayat (3) dikenakan hukuman
disiplin kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
XVI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
65
Pada
saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten
Tangerang Nomor 20 tahun 2004 tentang Ketertiban umum dinyatakan tidak berlaku
untuk pengaturan mengenai Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat di Kota
Tangerang Selatan.
Pasal
66
Peraturan daerah ini mulai berlaku
satu tahun sejak diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan.
Ditetapkan di Tangerang Selatan
Pada tanggal 10 September 2012
WALIKOTA
TANGERANG
SELATAN,
AIRIN
RACHMI DIANY
Diundangkan di Tangerang Selatan.
pada tanggal 10 September 2012
SEKRETARIS
DAERAH
KOTA
TANGERANG SELATAN,
DUDUNG
E. DIREDJA
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG
SELATAN TAHUN 2012 NOMOR
9
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
SELATAN
NOMOR 9
TAHUN 2012
TENTANG
KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN
MASYARAKAT
I.
UMUM
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat
(1) huruf c
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah
Daerah Kota Tangerang Selatan berkomitmen untuk menyelenggarakan urusan wajib
dimaksud dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah, menjaga ketenteraman dan
ketertiban guna terwujudnya Kota Tangerang Selatan sebagai kota jasa, kota
perdagangan, dan kota pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan tenteram.
Kondisi tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk datang dan
berkunjung serta menanamkan investasi yang pada akhirnya memberikan kontribusi
dalam pengembangan dan pembangunan Kota Tangerang Selatan.
Pengaturan mengenai ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat harus diarahkan guna pencapaian kondisi yang kondusif bagi seluruh
aspek kehidupan masyarakat kota dan oleh karena itu ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 20 Tahun 2004 tentang Ketertiban
Umum perlu disesuaikan dan diatur sesuai dengan perkembangan, kebutuhan dan
perubahan masyarakat.
Dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Kota
Tangerang Selatan yang dinamis dirasakan memerlukan Peraturan Daerah yang
menjangkau secara seimbang antara subjek dan objek hukum yang diatur. Oleh
karena itu, dalam upaya menampung persoalan dan mengatasi kompleksitas
permasalahan dinamika perkembangan masyarakat diperlukan penyempurnaan terhadap
Peraturan Daerah dimaksud.
Dengan dilakukannya perubahan terhadap Peraturan Daerah
Kabupaten Tangerang Nomor 20 Tahun 2004, diharapkan implementasi terhadap
penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat dapat diterapkan
secara optimal guna menciptakan ketenteraman, ketertiban, kenyamanan,
kebersihan dan keindahan.
Terkait
dengan hal tersebut, maka dalam Peraturan Daerah ini mengatur substansi materi
muatan sebagai berikut:
1.
tertib
jalan, angkutan jalan, angkutan sungai dan perparkiran;
2.
tertib
kebersihan;
3.
tertib
jalur hijau, taman dan tempat umum;
4.
tertib
sungai, situ, saluran dan kolam;
5.
tertib
lingkungan;
6.
tertib
tempat usaha dan usaha tertentu;
7.
tertib
tanah dan bangunan;
8.
tertib
sosial;
9.
tertib
kesehatan;
10.
tertib
tempat hiburan dan keramaian;
11.
tertib
peran serta masyarakat; dan
12.
tertib
kependudukan.
Peraturan Daerah ini mempunyai
posisi yang sangat strategis dan penting
untuk
memberikan motivasi dalam menumbuh kembangkan budaya disiplin masyarakat guna mewujudkan
tata kehidupan masyarakat Kota Tangerang Selatan yang lebih tenteram, tertib,
nyaman, bersih dan indah, yang dibangun berdasarkan partisipasi aktif seluruh
komponen masyarakat.
Hal ini sangat mendasar mengingat kedudukan Kota Tangerang
Selatan harus berpacu secara cepat untuk tampil sejajar dengan kota/kab lainnya
di Indonesia. Upaya untuk mencapai kondisi tertib sebagaimana yang menjadi jiwa
dan Peraturan Daerah ini tidak semata-mata menjadi tugas dan tanggung jawab
aparat, akan tetapi menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat, perorangan
maupun badan untuk secara sadar ikut serta menumbuhkan dan memelihara
ketertiban. Namun demikian, tindakan tegas terhadap pelanggar Peraturan Daerah
ini perlu dilakukan secara konsisten dan konsekuen oleh Satuan Polisi Pamong
Praja dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang profesional sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 148 dan Pasal 149 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
II.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup
jelas. Pasal 2
Ayat
(1) Cukup jelas.
Ayat
(2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pemberhentian yang telah ditentukan
adalah terminal dan halte. Fungsi halte hanya untuk menaikkan dan menurunkan
orang, sedangkan terminal untuk menunggu, menaikkan dan menurunkan orang
dan/atau barang. Oleh karena itu, setiap kegiatan menunggu, menaikkan dan
menurunkan orang dan/atau barang yang dilakukan di luar halte dan terminal
seperti pool kendaraan umum adalah kegiatan illegal yang dikenal orang dengan
istilah terminal liar/bayangan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Yang
dimaksud dengan kendaraan jenis empat bermesin 2 (dua) tak adalah kendaraan
bermotor yang digunakan untuk angkutan umum seperti bajaj (dua tak), motor
becak (mobec), dan sejenisnya.
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Pasal 3
Huruf a
Yang
dimaksud menutup jalan adalah baik menutup sementara atau selamanya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud tanggul adalah
tanggul pengaman jalan.
Huruf e
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang sesuai
dengan ketentuan dikategorikan sebagai bahan yang harus mendapat perlakuan
khusus.
Huruf c
Setiap
izin yang dikeluarkan terkait dengan kegiatan yang menimbulkan perubahan muka
tanah, pemindahan tanah/bahan galian baik yang dilakukan secara perorangan
maupun badan, dan atau instansi teknis terkait seperti Perusahaan Listrik
Negara, Perusahaan Telekomunikasi, Perusahaan Gas Negara dan Perusahaan Air
Minum, harus dilakukan koordinasi.
Huruf d
Izin
Walikota hanya diberikan untuk kepentingan umum seperti: gardu listrik dan
hydrant pemadam.
Pasal 5
Ayat (1)
Kegiatan
pengaturan lalu lintas dilakukan oleh orang seorang atau sekelompok orang yang
terorganisir dengan maksud memperoleh imbalan uang.
Ayat (2)
Pungutan
uang oleh orang perorang atau sekelompok orang yang terorganisir yang dilakukan
secara paksa.
Pasal 6
Yang
dimaksud dengan menarik/menekan gas kuat adalah meraung-raungkan gas kendaraan
untuk menimbulkan kebisingan.
Pada
setiap tempat ibadah, lembaga pendidikan dan rumah sakit dipasang rambu lalu
lintas.
Pasal 7
Ayat (1) huruf e
Mengeluarkan
anggota badan, seperti kepala, bahu, tangan, kaki. Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Huruf e
Beridiri
atau duduk yang tidak terkait dengan pelaksanaan pekerjaan kegiatan.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan kolam adalah sarana penampungan air yang dibuat sebagai
kelengkapan keindahan kota.
Ayat (2)
Untuk
kepentingan mendesak pemadaman kebakaran, petugas Dinas Kebakaran dapat
mengambil air dari kolam air mancur. Yang dimaksud untuk kepentingan dinas
adalah kepentingan yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Yang
dimaksud dengan merusak adalah kegiatan memotong, menebang, membakar atau
kegiatan-kegiatan yang dapat menyebabkan rusaknya tanaman, pepohonan atau hutan
yang dilindungi.
Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Izin
diberikan dalam rangka acara ceremonial pemerintah, pemerintah daerah, orang
atau badan.
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Huruf a
Vandalism adalah penambahan,
penghapusan, atau pengubahan isi yang
secara sengaja dilakukan untuk
mengurangi kualitas;
Jenis
vandalisme yang paling umum adalah mengganti tulisan yang ada dengan hal-hal
yang menyebalkan, mengosongkan halaman, atau menyisipkan lelucon yang konyol
dan hal-hal yang tidak berguna lainnya.
Huruf b
Pemasangan
iklan pada kendaraan umum dan halte dapat diperkenankan apabila memenuhi
persyaratan dan mendapat izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan air permukaan
adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah. Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang
terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Izin
tempat usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan (HO) diberlakukan pada kegiatan
usaha industri dan non industri yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan
berupa polusi suara (kebisingan), polusi udara (asap), polusi air (limbah),
rentan kebakaran, serta gangguan keamanan dan ketertiban.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud Premanisme adalah
orang yang bertindak atas nama pribadi
atau kelompok dengan melakukan tindakan sewenang-wenang yang
mengakibatkan keresahkan serta
ketakutan pada lingkungan tertentu.
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan perantara adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan
praktek percaloan (bus, kereta, kapal laut) dengan melipatgandakan harga untuk
memperoleh keuntungan secara tidak wajar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang
tidak termasuk dalam pola angkutan umum yang ditetapkan adalah sarana angkutan
berupa ojek sepeda dan sepeda motor serta kendaraan roda 4 (empat) berplat
hitam yang dioperasikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan kendaraan bermotor/tidak bermotor adalah sepeda dan sepeda
motor (ojeg)
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Pencantuman
label halal dapat dilakukan pada kemasan, lokasi usaha (kios) atau ditempelkan
pada pintu, kaca dan/atau pada tempat lain yang mudah dilihat dan dibaca oleh
konsumen muslim.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Larangan
pengumpulan dan penampungan barang-barang bekas selain menimbulkan pencemaran
serta mengganggu ketertiban dan ketenteraman umum juga dapat merusak sarana dan
keindahan kota. Selain itu, penggunaan tempat-tempat tersebut dilakukan dengan
cara menyerobot tanah milik orang lain atau pemerintah.
Pasal 35
Ayat 1
Huruf a
Yang
dimaksud hak atas tanah adalah hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban,
dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah
yang dihaki atau memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya,
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu. Dalam batas-batas menurut undang-undang Agraria serta
peraturan hukum yang lebih tinggi.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemilik rumah
serta bangunan apapun
yang berada di
sepanjang jalan
Negara, Provinsi, Kota/Kabupaten
serta Desa/Kelurahan agar memelihara
dan membersihkan serta merawat bangunan tersebut dengan tidak
membiarkan kotor dan kumuh yang
dapat merusak estetika dan keindahan
Kota.
Huruf c
Pemilik
bangunan atau masyarakat sekitar dapat melaporkan kepada pemerintahan daerah
atas terjadinya perubahan, alih fungsi dan/atau pengrusakan trotoar dan bahu
jalan tanpa izin Satuan kerja perangkat daerah terkait.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Permintaan
sumbangan yang diperbolehkan di lingkungan pemukiman, sekolah dan kantor antara
lain adalah: sumbangan untuk kepentingan lingkungannya, tempat ibadah,
kematian, bencana alam.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan bertingkah laku dan/atau berbuat asusila adalah perbuatan yang
menyinggung rasa kesusilaan sesuai norma yang berlaku di masyarakat, misalnya:
menjajakan diri di jalan, bercumbu, berciuman, dan aktivitas seksual lainnya.
Ayat (2)
Huruf a
Kegiatan
menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja
seks komersial pada umumnya dikenal sebagai germo. Pada umumnya penjaja seks
komersial dilakukan oleh penyandang masalah tuna susila baik yang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri, yang dikenal masyarakat umum dengan sebutan
Wanita Tuna Susila (WTS), Pria Tuna Susila (gigolo), Waria Tuna Susila, yang melakukan
hubungan seksual diluar perkawinan yang sah untuk mendapatkan imbalan baik
berupa uang, materi maupun jasa.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 41
Yang
dimaksud dengan bangunan atau rumah antara lain: hotel, losmen, barber shop,
spa, panti pijat tradisional, salon kecantikan dan rumah kost.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Yang
dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman beralkohol golongan A (kadar
ethanol kurang dari 5% (lima persen), golongan B (kadar ethanol lebih dari 5%
(lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen) dan golongan C (kadar
ethanol lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima
persen).
Pasal 45
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara,
obat, dan pengobatannya yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun
temurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Huruf
b
Yang
dimaksud dengan Pengobatan Kebatinan adalah pengobatan yang mengacu pada dasar
kepercayaan dan keagamaan. Huruf c
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan permainan ketangkasan adalah jenis permainan elektronik seperti
antara lain playstation, game online, dingdong dan nintendo.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemberian
izin Walikota atau pejabat yang ditunjuk pada kawasan/jalan tertentu diberikan
secara terbatas (white area) dengan pengawasan yang ketat seperti pada sebagian
Jalan Raya Serpong, jalan raya Puspitek, jalan raya Siliwangi, jalan raya
Ciputat, jalan Kawasan BSD, jalan kawasan Bintaro, Jalan kawasan Alam Sutra.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Yang
dimaksud dengan hari-hari besar nasional dan daerah adalah Hari Ulang Tahun
Kemerdekaan Republik Indonesia (selama bulan Agustus) dan Hari Ulang Tahun Kota
Tangerang Selatan (tujuh hari sebelum dan tujuh hari sesudah).
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan periodik pada ayat ini adalah setiap bulan. Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan periodik pada ayat ini adalah setiap 3 (tiga) bulan. Ayat (4)
Yang
dimaksud dengan periodic pada ayat ini adalah setiap 3 (tiga) bulan. Pasal 55
Yang
dimaksud administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan
penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran
Penduduk,Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan
serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor
lain.
Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan satuan kerja
perangkat daerah lainnya adalah:
a. Satuan kerja perangkat daerah
yang bertanggung jawab dalam bidang
pekerjaan umum;
b. Satuan kerja
perangkat daerah yang
bertanggungjawab dalam bidang
perhubungan;
c.
Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab dalam bidang kebersihan
Pertamanan, dan Pemakaman.
d.
Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab dalam bidang pengelolaan
lingkungan hidup;
e.
Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab dalam bidang ketatakotaan
f. Satuan kerja
perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam bidang Perizinan dan pengawasan
pembangunan
g.
Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab dalam bidang kesehatan;
h.
Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab dalam bidang usaha kecil,
menengah dan koperasi;
i. Satuan kerja
perangkat daerah yang
bertanggungjawab dalam bidang
sosial ketenagakerjaan dan
transmigrasi;
j. Satuan kerja
perangkat daerah yang bertanggungjawab dalam bidang Kependudukan dan Pencatatan
Sipil;
k.
Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab dalam bidang
kepariwisataan;
l. Satuan kerja
perangkat daerah yang
bertanggungjawab dalam bidang
Peternakan dan Ketahanan Pangan ;
m.
Satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab dalam
bidang kesejahteraan sosial;
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan Satuan Polisi Pamong Praja adalah Satuan Perangkat Kerja
Perangkat Daerah yang mempunyai fungsi penegakkan peraturan daerah dan
penegakkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan
yang disampaikan harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan
melampirkan bukti-bukti berupa antara lain foto, lokasi pelanggaran, dan/atau
identitas pelanggar.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Pengendalian
ketertiban dan ketentraman dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja, baik pada
saat perencanaan, pelaksanaan kegiatan, maupun pasca pelaksana kegiatan untuk
menjamin kepastian terlaksananya ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat
keadaan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 0912